Kamis, 18 Oktober 2018

Ku Kentotin Mama Muda

Ku Kentotin Mama Muda
Dinda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman-Sumatera Barat. Kabupaten ini terkenal dengan magisnya yang kuat, terletak di pesisir selatan Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang – Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Universitas di kota Padang.
Awal Dinda mengenal Johan sejak Dinda kost di rumah milik kakak perempuannya. Dinda tidak begitu kenal dekat, Dinda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Dinda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Dinda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Dinda kenal. Dinda tahu diri sebab Dinda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Dinda bermukim.
Begitu juga dengan latar belakang Johan Dinda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Dinda akan pulang ke Padang.
Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Dinda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Dinda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Dinda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.
Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost Dinda. Ia lalu memanggil Dinda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit basa basi Dinda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Dinda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Dinda terima. Yah, lalu Dinda naik truknya itu menuju Padang.
Selama perjalanan Dinda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Dinda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Dinda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Dinda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Dindapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Dinda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.
Dindapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan suka dukanya. Iapun sempat memuji Dinda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Dinda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.
Dinda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Dinda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. dan Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap. Padahal bagi Dinda saat itu, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Dinda sampai di dekat rumahnya di Padang.
Dinda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Dinda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Dinda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.
Semenjak Dinda mengenal Johan, Dinda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Dinda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Dinda dan Johan, mereka masih dalam batas – batas yang di tentukan norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan dan Dinda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungannya. Dinda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis ,makan gratis pula??
Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Dinda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Dinda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Dinda naik travel atau bis. Dinda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Dinda sering membawakan oleh-oleh untukt ibu kostnya jika pulang, terkadang Dinda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar